Home » Uncategorized @id » Press Release » CTAS Bermasalah, Ini Kata Pengamat

CTAS Bermasalah, Ini Kata Pengamat

Ilustrasi penerapan CTAS

Jakarta, 15 Januari 2025 – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah resmi meluncurkan sistem Coretax Administration System (CTAS) pada 1 Januari 2025. CTAS yang digadang-gadang sebagai bagian dari transformasi digital perpajakan di Indonesia rupanya masih menuai sejumlah keluhan dari Wajib Pajak.

Keluhan Wajib Pajak sangat beralasan. Hingga Selasa 14 Januari 2025, situs CTAS yang menjadi website resmi DJP untuk Wajib Pajak mengakses layanan CTAS masih bermasalah, termasuk dalam hal registrasi. Kesulitan dalam mengakses laman CTAS, serta persoalan server tak ayal menyebabkan banyak pihak menilai CTAS belum siap untuk digunakan.

Menanggapi persoalan tersebut Direktur Pratama Institute for Fiscal Policy and Governance Studies, Dr. Prianto Budi Saptono Ak., CA., MBA menjelaskan bahwa tantangan utama penggunaan aplikasi berbasis teknologi informasi, termasuk Coretax, terletak pada dua aspek penting. Yakni, kemanfaatan dan kemudahan bagi penggunaannya.

Menurutnya, aspek kemanfaatan telah sering disosialisasikan oleh DJP. Akan tetapi untuk aspek kemudahan penggunaan, perlu lebih dari sekadar sosialisasi. Menurutnya, pengguna dalam hal ini Wajib Pajak membutuhkan kesempatan untuk praktik langsung agar lebih memahami dan terbiasa dengan sistem tersebut.

”Akan tetapi, aspek kemudahan tidak hanya memerlukan sosialisasi, tapi juga praktik langsung. Untuk praktik langsung ini, Wajib Pajak tidak punya kesempatan yang memadai.” Jelas Dr. Prianto.

Dr. Prianto melanjutkan, salah satu permasalahan yang muncul adalah prosedur awal login untuk menentukan Person in Charge (PIC) yang mewakili Wajib Pajak Badan sesuai Pasal 32 UU KUP. PIC ini biasanya merupakan pengurus perusahaan, seperti direksi.

”PIC ini merepresentasikan wakil Wajib Pajak Badan sesuai Pasal 32 UU KUP atau UU No. 6/1983 yang diubah terakhir dengan UU HPP. PIC tersebut biasanya berasal dari identitas pengurus di perusahaan, yaitu direksi.” Jelas Dr. Prianto.

Selain itu, menurut Dr. Prianto, minimnya persiapan tahap peluncuran Coretax dan momentum sosialisasi yang kurang tepat menjadi penyebab utama kebingungan Wajib Pajak di minggu pertama implementasi sistem ini.

Banyak pengguna mengalami kendala dalam menavigasi sistem baru yang menggunakan model impersonating, sebuah pendekatan yang sebelumnya belum pernah diterapkan dalam aplikasi perpajakan.

”Ini tidak terlepas dari persiapan tahapan peluncuran Coretax yang sangat minim. Ditambah lagi, model impersonating yang digunakan di Coretax merupakan sistem yang baru di aplikasi perpajakan. Makanya, wajib pajak memerlukan waktu untuk penyesuaian” tegas Dr. Prianto.

PMK 131/2024 Perkeruh Implementasi CTAS?

Dari sepersekian masalah yang muncul, menurut Dr. Prianto, tantangan yang paling krusial adalah penerapan PMK 131/2024 yang mengubah rezim PPN menjadi 12% x 11/12 dari nilai transaksi. Perubahan ini membutuhkan adaptasi teknologi pada pelaku usaha, terutama di sektor ritel. Menurutnya, mereka harus memodifikasi sistem pengakuan penjualan agar sesuai dengan ketentuan baru, yakni dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) berupa harga jual atau nilai penggantian ke DPP nilai lainnya.

”Permasalahan lainnya adalah penerapan PMK 131/2024 yang mengubah rezim PPN menjadi 12% x 11/12 dari nilai transaksi,” tegas Dr. Prianto.

Lebih lanjut, Dr. Prianto menjelaskan bahwa pelaku usaha memerlukan waktu untuk memodifikasi aplikasi mereka. Sementara itu, Peraturan Dirjen Pajak No. Per-1/PJ/2025 yang menjadi panduan teknis baru diterbitkan pada 3 Januari 2025 dan langsung berlaku.

”Perubahan ini juga akan terakomdosasi di Coretax. Akan tetapi, wajib pajak khususnya pengusaha yang langsung berinteraksi dengan konsumen akhir harus memodifikasi teknologi pengakuan penjualan mereka,” ujar Dr. Prianto.

Ia juga menegaskan PMK 131/2024 juga tidak memberikan cukup waktu bagi pengusaha untuk menyesuaikan diri dengan rezim PPN yang baru. Untuk itu, menurutnya penerbitan Perdirjen Pajak No. Per-1/PJ/2025 sebagai panduan teknis penerapan PMK 131/2024 merupakan langkah yang tepat.

”Langkah Dirjen Pajak sudah tepat ketika menerbitkan Perdirjen Pajak No. Per-1/PJ/2025, sebagai panduan teknis penerapan PMK 131/2024,” pungkas Dr. Prianto.


Penyusun: Lambang Wiji Imantoro

Editor: Ismail Khozen

 Artikel Lainnya